Selamat Datang Diblog Di ACHMAD MADANI . Terima kasih anda sudah mengunjungi Blog kami.

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 25 Juli 2011

Fiqih Islam

Multi Level Marketing dalam Perspektif Fiqih Islam

Artikel ini saya rilis dan edit ulang untuk menjawab kegelisahan sahabat-sahabat saya menyikapi status kehalalan Multi Level Marketing. Alhamdulillah saya menemukan artikel ini yang ditulis oleh seorang Dosen Ushul Fiqh Ekonomi, Fiqh Muamalah Ekonomi, Ayat Hadits ekonomi di Pascasarjana UI, Islamic Economic and Finance Trisakti, Program Magister (S2) Perbankan dan Keuangan Universitas Paramadina, Pascasarjana Perbankan dan Keuangan Islam Universitas Az-Zahro, UIN Syahid Jakarta dan UHAMKA, juga sebagai Advisor di Bank Muamalat Indonesia), yaitu Bapak Drs. Agustianto, MA. Saya sudah meminta izin untuk dimuat juga di website ini. Nah, Buat temen-temen yang ingin melek tentang hukum MLM menurut Fiqih Islam, silahkan baca artikel ini.
Belakangan ini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Karena itu, perlu dibahas hukumnya menurut syari’ah Islam. Perlu dicatat, bahwa perusahaan money game yang berkedok MLM bukanlah termasuk MLM., seperti BMA dan sejenisnya. Perusahaan BMA adalah bisnis paling zalim dan jelas-jelas menipu orang. Bisnis haram yang menggunaan sistem piramida itu pasti merugikan sebagian besar masyarakat dan hanya menguntungkan segelintir orang yang lebih dahulu masuk. Tulisan ini tidak membahas money game/penggandaan uang tersebut, karena ia tidak termasuk kepada MLM, dan hukumnya telah jelas haram. Tulisan empat serangkai, Prof. Bahauddin Darus, Drs. Agustianto, MAg, Dr. Ramli Abdul Wahab dan Miftahuddin, SE, MBA, telah mengemukakan dua belas dalil dan alasan keharaman bisnis BMA dan sejenisnya tersebut.
Sistem Pemasaran MLM
Pakar marketing ternama Don Failla, membagi marketing menjadi tiga macam. Pertama, retail (eceran), Kedua, direct selling (penjualan langsung ke konsumen), Ketiga multi level marketing (pemasaran berjenjang melalui jaringan distribusi yang dibangun dengan memposisikan pelanggan sekaligus sebagai tenaga pemasaran).
Kemunculan trend strategi pemasaran produk melalui sistem MLM di dunia bisnis modern sangat menguntungkan banyak pihak, seperti pengusaha (baik produsen maupun perusahaan MLM).Hal ini disebabkan karena adanya penghematan biaya dalam iklan, Bisnis ini juga menguntungkan para distributor yang berperan sebagai simsar (Mitra Niaga) yang ingin bebas (tidak terikat) dalam bekerja.
Sistem marketing MLM yang lahir pada tahun 1939 merupakan kreasi dan inovasi marketing yang melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan usaha pemasaran dengan tujuan agar masyarakat konsumen dapat menikmati tidak saja manfaat produk, tetapi juga manfaat finansial dalam bentuk insentif, hadiah-hadiah, haji dan umrah, perlindungan asuransi, tabungan hari tua dan bahkan kepemilikan saham perusahaan. (Ahmad Basyuni Lubis, Al-Iqtishad, November 2000).
Perspektif Islam
Bisnis dalam syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh,”Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ‘ala tahrimiha (Pada dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil/prinsip yang melarangnya).
Islam memahami bahwa perkembangan budaya bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas, maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan.
Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem bisnis yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan zhulm ( merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Sistem pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak hanya menguntungkan orang yang di atas. Bisnis juga harus terbebas dari unsur MAGHRIB, singkatan dari lima unsur. 1, Maysir (judi), 2. Aniaya (zhulm), 3. Gharar (penipuan), 4. Haram,5, Riba (bunga), 6. Iktinaz atau Ihtikar dan 7. Bathil.
Kalau kita ingin mengembangkan bisnis MLM, maka ia harus terbebas dari unsur-unsur di atas. Oleh karena itu, barang atau jasa yang dibisniskan serta tata cara penjualannya harus halal, tidak haram dan tidak syubhat serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah di atas.
MLM yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat (levelisasi) mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan nilai-nilai Islam dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Bila demikian, MLM dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah. Menurut Muhammad Hidayat, Dewan Syari’ah MUI Pusat, metode semacam ini pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada awal-awal Islam. Dakwah Islam pada saat itu dilakukan melalui teori gethok tular (mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga pada suatu ketika Islam dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan. (Lihat, Azhari Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari’ah, FKEBI IAIN, 2002, hlm. 30)
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level seorang anggota. Jasa marketing yang bertindak sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Dalam istilah fikih Islam hal ini disebut Samsarah / Simsar. (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid II, hlm 159)
Kegiatan samsarah dalam bentuk distributor, agen, member atau mitra niaga dalam fikih Islam termasuk dalam akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif atau bonus (ujrah) Semua ulama membolehkan akad seperti ini (Fikih Sunnah, III, hlm 159).
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik. Di samping itu komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat), memenuhi kualitas dan bermafaat. MLM tidak boleh memperjualbelikan produk yang tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus penawaran (iklan) produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.
Insentif dan penghargaan
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif pada mereka yang berprestasi. Islam membenarkan seseorang mendapatkan insentif lebih besar dari yang lainnya disebabkan keberhasilannya dalam memenuhi target penjualan tertentu, dan melakukan berbagai upaya positif dalam memperluas jaringan dan levelnya secara produktif. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan:” Besarnya ijrah (upah) itu tergantung pada kadar kesulitan dan pada kadar kesungguhan.”
Penghargaan kepada Up Line yang mengembangkan jaringan (level) di bawahnya (Down Line) dengan cara bersungguh-sungguh, memberikan pembinaan (tarbiyah, pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah) memang patut di lakukan. Dan atas jerih payahnya itu ia berhak mendapat bonus dari perusahaan, karena ini selaras dengan sabda Rasulullah:” “Barangsiapa di dalam Islam berbuat suatu kebajikan maka kepadanya diberi pahala, serta pahala dari orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun” (hadist).
Intensif diberikan dengan merujuk skim ijarah. Intensif ditentukan oleh dua kriteria, yaitu dari segi prestasi penjualan produk dan dari sisi berapa berapa banyak down line yang dibina sehingga ikut menyukseskan kinerja.
Dalam hal menetapkan nilai insentif ini, ada tiga syarat syari’ah yang harus dipenuhi, yakni:adil, terbuka, dan berorientasi falah (keuntungan dunia dan akhirat). Insentif (bonus) seseorang (Up line ) tidak boleh mengurangi hak orang lain di bawahnya (down line), sehingga tidak ada yang dizalimi. Sistem intensif juga harus transparan diinformasikan kepada seluruh anggota, bahkan dalam menentukan sistemnya dan pembagian insentif (bonus), para anggota perlu diikutsertakan, sebagaimana yang terjadi di MLM Syari’ah Ahad-Net Internasional. Dalam hal ini tetap dilakukan musyawarah, sehingga penetapan sistem bonus tidak sepihak. Selanjutnya, keuntungan dalam bisnis MLM, berorientasi pada keuntungan duniawi dan ukhrawi. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa keuntungan dalam Islam adalah keuntungan dunia dan akhirat. Keuntungan akhirat maksudnya, bahwa dengan menjalankan bisnis itu, seseorang telah dianggap menjalankan ibadah, (asalkan bisnisnya sesuai dengan syari’ah). Dengan bisnis, seseorang juga telah membantu orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penting disadari, pemberian penghargaan dan cara menyampaikannya hendaknya tetap dalam koridor tasyakur, untuk menghindarkan penerimanya dari takabur (bangga/sombong) dan kufur nikmat, apalagi melupakan Tuhan. MLM yang Islami senantiasa berpedoman pada akhlak Islam.
Sebagaimana disebut di atas bahwa penghargaan yang diberikan kepada anggota yang sukses mengembangkan jaringan, dan secara sungguh-sungguh memberikan pembinaan (tarbiyah), pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah), harus selaras dengan ajaran agama Islam. Karena itu, applause ataupun gathering party yang diberikan atas prestasi seseorang, haruslah sesuai dengan nilai-nilai aqidah dan akhlak. Ekspresi penghargaan atas kesuksesan anggota MLM, tidak boleh melampaui batas (bertentangan dengan ajaran Islam). Applause yang diberikan juga tidak boleh mengesankan kultus individu, mendewakan seseorang. Karena hal itu dapat menimbulkan penerimanya menjai takabbur, dan ‘ujub. Perayaan kesuksesan seharusnya dilakukan dalam bingkai tasyakkur. (Lihat, Drs.H.Muhammad Hidayat, MBA, Analisis Teoritis Normatif MLM dalam Perspektif Muamalah, 2002)
Karena itu pula, Islam sangat mengecam seseorang yang dalam menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangannya semakin jauh dari nilai-nilai ketuhanan. Firman Allah, ” Mereka tidak lalai dari mengingat Allah dalam melakukan bisnis dan jual beli. Mereka mendirikan shalat dan membayar zakat”… (QS.24:37)
Dari ayat tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa seluruh aktivitas bisnis tidak boleh melupakan Tuhan dan jauh dari nilai-nilai keilahian, baik dalam kegiatan produksi, distribusi, strategi pemasaran, maupun pada saat menikmati kesuksesan (menerima penghargaan dan applause).
Jadi, dalam menjalankan bisnis MLM perlu diwaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul, sehingga membahayakan kepribadian, seperti yang dilansir Dewan Syari’ah Partai Keadilan, yaitu adanya eksploitasi obsesi yang berlebihan untuk mencapai terget jaringan dan penjualan. Karena terpacu oleh sistem ini, suasana yang tak kondusif kadang mengarah pada pola hidup hura-hura ala jahiliyah, seperti ketika mengadakan acara pertemuan para members .
Kewajaran harga produk
Setiap perdagangan pasti berorientasi pada keuntungan. Namun Islam sangat menekankan kewajaran dalam memperoleh keuntungan tersebut. Artinya, harga produk harus wajar dan tidak dimark up sedemikian rupa dalam jumlah yang amat mahal, sebagaimana yang banyak terjadi di perusahaan bisnis MLM saat ini. Sekalipun Al-quran tidak menentukan secara fixed besaran nominal keuntungan yang wajar dalam perdagangan, namun dengan tegas Al-quran berpesan, agar pengambilan keuntungan dilakukan secara fair, saling ridha dan menguntungkan.
Firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang saling ridha di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu. (QS.4:29).
Dalam konteks ini, tidak sedikit masyarakat yang berpendapat bahwa produk yang ditawarkan perusahaan MLM sangat mahal dan terlalu eksklusif, sehingga kerap kali memberatkan anggota yang berada di level bawah (down line) serta masyarakat pemakai dan sangat menguntungkan level di atasnya (up line). Seringkali harga produk dimark up sampai dua bahkan tiga kali lipat dari harga yang sepatutnya. Hal ini seharusnya dihindari, karena cara ini adalah mengambil keuntungan dengan cara yang bathil, karena mengandung unsur kezaliman, yakni memberatkan masyarakat konsumen.
Penetapan harga yang terlalu tinggi dari harga normal, sehingga memberatkan konsumen, dapat dianalogikan dengan ghabn, yaitu menjual satu barang dengan harga tinggi dari harga pasar.
12 syarat agar MLM menjadi syari’ah
  1. Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan).
  2. Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah)
  3. Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah.
  4. Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.
  5. Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi.
  6. Formula intensif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up line tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah down linenya.
  7. Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota.
  8. Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir.
  9. Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
  10. Tidak menitik beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer.
  11. Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan pesta pora, karena sikap itu tidak syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM.
  12. Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat.
Missi Syari’ah
Usaha bisnis MLM, (khususnya yang dikelola oleh kaum muslimin), seharusnya memiliki misi mulia dibalik kegiatan bisnisnya. Di antara misi mulia itu adalah :
  1. Mengangkat derajat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islam.
  2. Meningkatkan jalinan ukhuwah ummat Islam di seluruh dunia.
  3. Membentuk jaringan ekonomi ummat yang berskala internasional, baik jaringan produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga dapat mendorong kemandirian dan kejayaan ekonomi ummat.
  4. Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan produk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.
  5. Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya saing menghadapi era globalisasi dan teknologi informasi.
  6. Meningkatkan ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-produk halal dan thayyib.
Fakta MLM Tianshi
Fakta yang telah dibuktikan di Tianshi sebagai salah satu Perusahaan MLM terkemuka di dunia berdasarkan syarat yang mengharuskan agar MLM-nya disebut MLM yang syar’I, adalah sebagai berikut :
  1. Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan). Semua produk di Tianshi adalah halal serta berkualitas internasional yang dibuktikan oleh berbagai sertifikat halal dari majelis Ulama baik MUI, Ulama Malaysia, IFANCA serta sertifikat penghargaan dari berbagai Negara dan lembaga dunia untuk segala jenis produk Tianshi. Bahkan sudah diserahterimakan pula sertifikat jaminan halal dari LPPOM-MUI dengan predikat A (sangat bagus).
  2. Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah). Kaedah ini jelas terpenuhi di Tianshi, karena semua anggota/distributor Tianshi membeli produk-produknya langsung melalui Stokist-stokist yang tersedia di berbagai daerah dan Negara, dan bukan dari tangan upline-nya. Bahkan Tianshi juga sudah memiliki supermarket MLM pertama di dunia, yaitu BannerStore yang memungkinkan semua anggotanya berbelanja seperti biasa.
  3. Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah. Semua kebijakan, operasional, system penghitungan bonus dan sebagainya diselenggarakan secara transparan, terbuka, adil, dan tidak mempersulit. Jika ada stokist yang melakukan kecurangan dengan perubahan kebijakan sepihak, ataupun tidak mencatat bonus yang menjadi hak seorang distributor, maka perusahaan akan menutup izin usahanya.
  4. Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh. Semua produk di Tianshi terjamin kualitasnya dan sudah terbukti manfaatnya bagi yang menggunakannya, jika dibandingkan produk sejenis (jika ada di pasaran, karena kebanyakan produk Tianshi memiliki hak paten sendiri) maka harga produk Tianshi termasuk murah dan sepadan dengan kualitas dan manfaatnya. Disamping itu anggota akan mendapat keuntungan lebih dari produk yang dibelinya. Selain itu setiap anggota akan mendapatkan harga yang sama untuk semua produk yang didistribusikan baik yang sudah lama bergabung maupun yang baru bergabung, jadi tidak ada satu level pun yang mendapatkan perbedaan harga karena masing-masing anggota membeli dari sumber yang sama yaitu perusahaan Tianshi melalui stokist atau BannerStore.
  5. Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi. Di Tianshi dan perusahaan supportnya (UNICORE), ulama adalah tempat berkonsultasi segala permasalahan system marketingnya agar tidak keluar dari koridor bisnis yang Islami (walaupun pemiliknya bukan orang Islam, tapi dia mengetahui bahwa mayoritas penduduk dunia adalah muslim, maka harus menyesuaikan agar bisa diterima). Salah satu ulama yang sudah konsen pada MLM Tianshi adalah ketua PBNU K.H. Hasyim Muzadi dan Pengasuh Ponpes Daruttauhid K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).
  6. Formula insentif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan upline hanya menerima pasif income tanpa bekerja, upline tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah downlinenya. Di Tianshi, seorang upline harus menjadi contoh dan panutan bagi downline-nya, sehingga para upline harus bekerja lebih keras agar cara kerjanya bisa diduplikasi juga oleh downline-nya. Saya melihat dan merasakan sendiri bahwa upline-upline saya hingga top leader tidak bersantai ria tetapi selalu aktif menjadi mentor memberikan motivasi, memberikan contoh presentasi di depan downlinenya, menerima konsultasi gratis untuk downline, dan sebagainya. Maka wajar jika jerih payah ini dibalas dengan insentif dari perusahaan yang sesuai dengan kadar kinerjanya. Para downline akan sangat berterimakasih kepada upline-nya karena selalu merasa dibantu. Jadi jelas tidak ada yang didzalimi di Tianshi, dan income yang didapat pun bukan dari hasil jerih payah downline-nya tetapi insentif dari perusahaan karena jerih payahnya membimbing distributor baru. Selain itu, ada prinsip di Tianshi yaitu jika Anda ingin sukses, maka Anda harus membantu orang lain yang Anda rekrut untuk sukses lebih dulu, dan Anda pun pasti akan mendapat hasil dari itu.
  7. Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota. Tianshi memberikan bonus yang sesuai dengan level masing-masing anggota, semakin naik levelnya berarti semakin besar tanggung jawabnya terhadap jaringannya yang berarti sepadan jika pembagian bonusnya juga besar. Semakin ulet dan keras usaha seorang anggota Tianshi, maka omzet jaringannya pun akan semakin besar, dan tentu bonusnya pun besar. Di Tianshi, para anggota baru pun tidak dituntut untuk melakukan hal yang disebut sebagai tutup poin agar bisa mendapatkan bonus, karena hal ini berarti dia dituntut untuk membeli produk dalam bulan berjalan sesuai ketentuan padahal dia tidak punya modal yang cukup untuk itu, dan jika tidak bisa menutup poin maka bonusnya hangus. Tianshi memberikan kemudahan pengumpulan omzet dengan cara akumulasi omzet pribadi dan jaringan tanpa batas waktu untuk memperlihatkan seberapa keras usahanya membangun aset jaringan, dengan cara seperti ini maka semakin besar akumulasi omzetnya maka bonusnya pun semakin besar tanpa takut bonus hangus karena tidak punya modal untuk tutup poin. Ada sistem tutup poin atau kewajiban berbelanja setelah seorang anggota mencapai level tertentu dimana penghasilan bulanan sudah besar, dan jelas itu tidak akan membebani dirinya karena tutup poinnya kecil sekali.
  8. Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir. Di Tianshi, bonus yang diberikan berdasarkan keaktifannya membeli produk dan membangun jaringan, hal ini membuktikan bahwa tidak ada eksploitasi terhadap orang yang belakangan bergabung menjadi anggota. Semakin aktif, maka bonusnya akan semakin besar dan bahkan bisa “menyalip” orang yang mensponsorinya (upline).
  9. Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal. Presentasi dan Training Membangun Jaringan di Tianshi selalu disebutkan angka-angka pencapaian bonus setiap tahapan baik dalam bentuk persentase maupun nilai nominal. Jadi tidak ada yang disembunyikan atau tidak dijelaskan sejak awal.
  10. Tidak menitik beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer. Syukurlah karena Tianshi sekarang memiliki BannerStore, sebuah supermarket MLM yang pertama di dunia, selain menjual produk unggulan Tianshi (produk kesehatan) juga menjual berbagai produk kebutuhan sehari-hari dengan harga bersaing dan jenis produk yang sering dibutuhkan masyarakat, seperti beras, indomie, minuman ringan, sabun, dan sebagainya. Jelas Tianshi lebih menitikberatkan kepada pemenuhan kebutuhan harian masyarakat/ummat demi pemberdayaan ekonomi ummat.
  11. Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan pesta pora, karena sikap itu tidak syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM. Di Tianshi, nyaris suatu kewajaran dari sebuah perusahaan bisnis yang besar menggelar acara besar, namun tidak sedikitpun tampak berhura-hura maupun pesta, kecuali mereka yang berprestasi maju bergiliran ke panggung untuk memperkenalkan diri, menyampaikan motivasi, dan memperlihatkan semangat dan etos kerjanya. Adanya reward mobil mewah yang kadang dipertontonkan di beberapa event, itu pun tidak dihias macam-macam kecuali tampil apa adanya dan untuk memperlihatkan bukti kesuksesan mereka agar kemudian bisa ditiru oleh jaringannya. Bahkan penampilan distributor yang berprestasi dan yang sudah mendapat reward sangat jauh dari sifat sombong, yang ada adalah sujud syukur saat diumumkan mendapat reward, dan bukankah sikap bertahniah (bersukacita/bersyukur) dan bertahadduts binni’mah (mengumumkan rezeki yang diterima) juga diajarkan dalam Al-Qur’an ?
  12. Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat. Tianshi selalu mengarahkan bisnisnya untuk mengatasi pengangguran, ekonomi lemah, dan untuk siapapun yang punya keinginan atau harapan besar yang ingin diwujudkan (impian dalam hidup). Dengan modal yang kecil, tentu masyarakat luas tidak akan sulit melakukannya, apalagi produk yang dipasarkan lebih berorientasi kepada kebutuhan dasar masyarakat, sehingga sangat potensial untuk berkembang dan mengangkat perekonomian umat. Menteri Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali, pada Awakening Seminar di Istora Senayan 24 Agustus lalu mengatakan, “Tianshi mampu meningkatkan usaha dari mikro ke menengah hingga besar. Mobil-mobil mewah adalah bukti bahwa Tianshi mampu menggerakkan usaha-usaha skala besar.” Menteri Tenaga Kerja, Erman Suparno, juga mengatakan, “Alangkah baik bila masyarakat memiliki kesadaran untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah dengan memberikan peluang usaha seperti MLM ini.”
Jadi, apa lagi yang perlu diragukan lagi mengenai bisnis Multi Level Marketing, terutama Tianshi ? Pastikan Anda juga membaca Tips Memilih MLM yang baik di website ini.
Bagaimana keputusan Anda ? Karena untuk menjadi sukses adalah pilihan hidup.

Bulan Ramadhan

Peristiwa Bersejarah Di Bulan Ramadhan


Assalamu'alaikum.WR.Wb.

Teman-teman subhanalloh ternyata banyak sekali peristiwa bersejarah yang jatuh pada bukan Ramadhan.
Semoga kita bisa mengambil ibrah disetiap peristiwa di bulan Ramadhan
Untuk menambah pengetahuan, ada baiknya kita membuka kembali
catatan mengenai peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi sepanjang bulan
Ramadhan.


Tanggal 1 Ramadhan (tahun 587 H) dikenang sebagai hari
direbutnya
kota 'Asqalan (kini disebut Asduud) oleh Sha­lahuddin
Al-Ayyubi. Asqalan merupakan gerbang pembuka menuju
kota suci Al­Quds (Yerussalem).


Tanggal 2 Ramadhan (732 H) dicatat sebagai hari kelahiran
Syaikh Abdurrah­man bin Muhammad bin Khaldun alias Ibnu Khaldun, bapak
sosiologi Islam. Ibnu Khaldun meninggal pada tahun 808 H di Mesir pada masa
Sultan An-Nasr Lidinillah.


Tanggal 3 Ramadhan (11 H) menjadi hari berkabung umat Islam,
karena pada hari itulah Sayyidah Fatimah Az-Zahra me­ninggal dunia.


Tanggal 5 Ramadhan (362 H), Sultan AI-Mu'iz Lidinillah clad Dinasti
Fatimiyyah memasuki Mesir, setelah sebelumnya mengirim pasukan 100.000 orang di
ba­wah Panglima Jauhar Ash-Shiqili.


Tanggal 7 Ramadhan (361 H), atas perintah Khalifah Dinasti
Fathimiyyah, Panglima Jauhar Ash-Shiqili meletakkan pondasi pertama pendirian
Jami' (Masjid) AI-Azhar, di Kairo, Mesir. Pada tahun 378 H fungsi masjid
ditambah menjadi univer­sitas.


Tanggal 10 Ramadhan (1393 H), ten­tara Mesir menembus Terusan
Suez, meng­hancurkan Benteng Berlif dan menghan­curkan kekuatan tentara Israel.


Tanggal 12 Ramadhan (597 H), Imam Abu Faraj Ibnu Jauzi,
seorang ahli seja­rah dan ulama terkenal, wafat.


Tanggal 17 Ramadhan (2 H), kaum muslimin di bawah pimpinan
Nabi Muhammad SAW berhasil mengalahkan ten­tara musyrikin Quraisy dalam Perang
Badar Al Kubra. Pada tanggal yang sama (40 H), Kha­lifah Ali bin Abi Thalib RA
wafat, karena ditikam dengan pisau beracun oleh Ab­durrahman bin Muljam
Al-Khariji.


Tanggal 18
Ramadhan (21 H), Khalid bin Walid, sahabat Nabi yang pemberani dan piawai
memimpin pasukan, mening­gal dunia.


Tanggal 20 Ramadhan (8 H), Rasul­ullah SAW bersama 10 ribu
pasukan pe­rang dari kaum Muhajirin dan Anshar me­nuju Makkah untuk membebaskan
kota suci itu dari tangan kaum musyrikin.


Tanggal 21 Ramadhan (sebelum Hijri­yah), Rasulullah diangkat
menjadi nabi dan rasul.


Tanggal 24 Ramadhan (264 H), berte­patan dengan 30 Mei 878 M,
Imam Abu Ibrahim Ismail bin Yahya AI-Muzani, sa­habat (murid) Imam Syafi'i,
meninggal dunia.


Tanggal 25 Ramadhan (658 H), terjadi Perang Ain Jalut, antara
kaum muslimin dan Tartar. Peperangan ini berakhir de­ngan kemenangan kaum
muslimin.


Tanggal 26 Ramadhan (658 H) dike­nang sebagai hari diangkatnya
Abdul Malik bin Marwan sebagai khalifah Bani Umayyah. Ibnu Khaldun berkata,
"Abdul Malik bin Marwan termasuk khalifah yang sukses dalam sejarah Islam dan
Arab, ka­rena beliau mengikuti jejak Amirul Muk­minin Umar bin Khaththab RA
dalam pengaturan negara."


Tanggal 28 Ramadhan (92 H), dimulai persiapan operasi
pembebasan
Anda­lusia oleh Gubernur Musa bin Nushair,
dengan menghimpun pasukan yang ter­diri dari orang Arab dan Barbar sejumlah
tujuh ribu orang. Sebagai panglima, di­tunjuk Thariq bin Ziyad.


Tanggal 30 Ramadhan (43 H), yang bertepatan dengan 5 Januari
664 M, di­catat oleh sejarah sebagai hari wafatnya sahabat Amru bin 'Ash. Meski
tidak sele­gendaris Khalid bin Walid, Amru juga di­kenal sebagai ahli strategi
perang. Dialah yang telah berjasa membebaskan negeri Mesir dari cengkeraman
Kerajaan Ro­mawi.
 

Rabu, 20 Juli 2011

Kaligrafi

al-habib idrus bin salim al-djufri

AL HABIB IDRUS BIN SALIM AL DJUFFRI

Tonggak Islam di Indonesia Timur

Setiap tahun setelah hari raya Iedul Fitri, persisnya 12 Syawwal, ribuan umat Islam dari berbagai daerah di kawasan Indonesia timur berduyun-duyun datang ke Palu, Sulawesi Tengah. Tujuannya, menghadiri acara haul (peringatan wafatnya) tokoh dan tonggak Islam di kawasan Indonesia Timur, Guru Tua Al-Alimul ‘Allamah Habib Idrus bin Salim Al Djufri. Di sanalah, penebar Islam asal Hadramaut yang menghabiskan separuh usianya di Indonesia itu, dimakamkan.

Masyarakat Muslim Indonesia timur memang sangat sulit melupakan perjuangan gigih dari seorang Tuan Guru Habib Idrus bin Salim Al Djufri. Semangatnya untuk menebarkan Islam ke pelosok-pelosok daerah terpencil, sangat dirasakan. Tak hanya pelosok yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dan kendaraan. Almarhum sering menembus daerah terpencil dengan menggunakan sampan untuk memberikan pencerahan akidah Islam dan bimbingan kepada umat Islam yang membutuhkan.

Habib Idrus muda memang gigih menimba ilmu agama. Pada usia 18 tahun ia telah hafal Alquran ditambah tempaan langsung ayahnya, Habib Salim Aljufri.

Setelah ayahnya wafat, ia diangkat menjadi mufti muda di Taris menggantikan sang ayah. Jabatan mufti yang disandangnya merupakan jabatan tertinggi di bidang keagamaan dalam suatu kesultanan.

Gaya dakwah Habib Idrus sangat halus dan simpatik, sangat berbeda dengan gaya gerak sejumlah ulama yang mengintroduksi gerakan di beberapa wilayah. Kendati Indonesia adalah negeri keduanya — ia memutuskan pergi dari negerinya dan meluaskan dakwah ke Indonesia tahun 1920. ia sangat menjunjung tinggi negeri ini. Orang akan teringat betapa kecintaannya kepada negerinya yang kedua ini dalam syairnya saat membuka kembali perguruan tinggi pada 17 Desember 1945 setelah Jepang bertekuk lutut, ia menggubah syair, Wahai bendera kebangsaan berkibarlah di angkasa; Di atas bumi di gunung nan hijau, Setiap bangsa punya lambang kemuliaan; Dan lambang kemuliaan kita adalah merah putih.

Warisan besar dan berharga yang ditinggalkan Guru Tua adalah lembaga pendidikan Islam Alkhairaat. Sampai saat ini Alkhairaat telah mengukir suatu prestasi yang mengagumkan. Dari sebuah sekolah sederhana yang dirintisnya, kini lembaga ini telah berkembang menjadi 1.561 sekolah dan madrasah.

Selain itu, Alkhairaat juga memiliki 34 pondok pesantren, 5 buah panti asuhan, serta usaha-usaha lainnya yang tersebar di kawasan Timur Indonesai (KTI). Sedangkan di bidang pendidikan tinggi, yakni universitas, Alkhairaat memiliki lima fakultas definitif dan dua fakultas administratif atau persiapan, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan dan Fakultas Kedokteran dengan 11 program studi pada jenjang strata satu dan diploma dua.

Kitab Tarikh Madrasatul Khiratul Islamiyyah karya salah seorang santri generasi pertama Habib Idrus, menyebut makna secara etimologis Alkhairaat berasal dari kata khairun yang artinya kebaikan. Semangat menebar kebaikan itulah yang diusung Guru Tua, julukannya.

Ia memancangkan tonggak Alkhaeraat selama 26 tahun (1930-1956). Ia membesarkan lembaga pendidikan yang didirikannya hingga pada akhirnya, tahun 1956, menjangkau seluruh wilayah Indonesia timur.

Pada tahun itu pula dilaksanakan muktamar Alkhairaat yang pertama, bersamaan dengan peringatan seperempat abad Alkhairaat. Dalam muktamar itu lahirlah keputusan penting, yaitu berupa struktur organisasi pendidikan dan pengajaran, serta dimilikinya anggaran dasar. Tonggak lembaga ini sebagai sebuah institusi modern terpancanglah sudah.

Periode selanjutnya adalah masa konsolidasi ide selama sembilan tahun yakni sejak 1956 hingga 1964. Guru Tua memberikan kepercayaan kepada santrinya yang terpilih yang diyakininya cukup andal dan memiliki spesialisasi kajian. Murid-murid pelanjut Guru Tua antara lain KH Rustam Arsjad, KH Mahfud Godal, yang ahli dalam bidang ilmu tajwid dan tarikh, serta KHS Abdillah Aljufri yang ahli dalam ilmu sastra Arab dan adab. Rustam menduduki posisi pimpinan pesantren karena keahliannya dalam bidang ilmu fikih dan tata bahasa Arab.

Madrasah Alkhairaat terus berkembang walaupun saat itu hubungan transportasi maupun komunikasi antara daerah belum selancar sekarang. Puncaknya, tahun 1964, Alkhairaat membuka perguruan tinggi Universitas Islam (Unis) Alkhairaat di Palu. Habib Idrus duduk sebagai rektornya.

Perkembangan perguruan tinggi ini tersendat tahun 1965. Perguruan tinggi ini dinonaktifkan. Sebagian besar mahasiswa dan mahasiswinya ditugaskan untuk membuka madrasah di daerah-daerah terpencil. Ini sebagai upaya membendung komunisme, sekaligus melebarkan dakwah Islam. Pada tahun 1969 perguruan tinggi tersebut dibuka kembali dengan satu fakultas saja, yaitu Fakultas Syariah.

Pada tanggal 12 Syawwal 1389 H bertepatan dengan 22 Desember 1969 Habib Idrus bin Salim Al-Djuffri atau lebih dikenal Guru Tua wafat. 46 tahun beliau berkiprah di dunia dakwah dan pendidikan dengan mewariskan lembaga pendidikan yang terus berkembang hingga saat ini.

Setelah Guru Tua wafat, Alkhairaat menyempurnakan diri sebagai sebuah institusi modern yaitu dengan adanya Perguruan Besar (PB) Alkhairaat, Yayasan Alkhairaat, Wanita Islam Alkhairaat (WIA) dan Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) serta Perguruan Tinggi Alkhairaat, lembaga ini juga memiliki surat kabar mingguan (SKM) Alkhairaat.

AL HABIB AL QUTUB ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ASSEGAF AL HABIB AL QUTUB ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ASSEGAF Al Habib Al Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf

AL HABIB AL QUTUB ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ASSEGAF

AL HABIB AL QUTUB ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ASSEGAF

Al Habib Al Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf lahir di kota Besuki, Jawa Timur, pada tahun 1285 H. Semenjak kecil beliau sudah ditinggal oleh ayahnya yang wafat di kota Gresik. Pada tahun 1293 H, Habib Abubakar kemudian berangkat ke Hadramaut karena memenuhi permintaan nenek beliau, Syaikhah Fatimah binti Abdullah ‘Allan.

Beliau berangkat kesana ditemani dengan Al-Mukarram Muhammad Bazmul. Sesampainya disana, beliau disambut oleh paman, sekaligus juga gurunya, yaitu Abdullah bin Umar Assegaf, beserta keluarganya. Kemudian beliau tinggal di kediaman Al-Arif Billah Al-Habib Syeikh bin Umar bin Saggaf Assegaf.
Di kota Seiwun beliau belajar ilmu figih dan tasawuf kepada pamannya Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Hiduplah beliau dibawah bimbingan gurunya itu. Bahkan beliau dibiasakan oleh gurunya untuk bangun malam dan shalat tahajud meskipun usia beliau masih kecil. Selain berguru kepada pamannya, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama besar yang ada disana. Diantara guru-guru beliau disana antara lain :

Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad Alhabsyi

Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf

Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi

Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas

Al-Habib Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur (Mufti Hadramaut saat itu).

Al-Habib Syeikh bin Idrus Alaydrus

Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhamad Alhabsyi sungguh telah melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri Habib Abubakar dan akan menjadi seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi. Al-Habib Ali Alhabsyi berkata kepada seorang muridnya, “Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah, nama mereka sama, keadaan mereka sama, dan kedudukan mereka sama. Yang pertama, sudah berada di alam barzakh, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alaydrus. Yang kedua, engkau sudah pernah melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alatas. Dan yang ketiga, engkau akan melihatnya di akhir umurmu”.

Ketika usia murid tersebut sudah menginjak usia senja, ia bermimpi melihat Nabi SAW 5 kali dalam waktu 5 malam berturut-turut. Dalam mimpinya itu, Nabi SAW berkata kepadanya, “(terdapat kebenaran) bagi yang melihatku di setiap kali melihat. Kami telah hadapkan kepadamu cucu yang sholeh, yaitu Abubakar bin Muhammad Assegaf. Perhatikanlah ia”.

Murid tersebut sebelumnya belum pernah melihat Habib Abubakar, kecuali di mimpinya itu. Setelah itu ingatlah ia dengan perkataan gurunya, Al-Habib Ali Alhabsyi, “Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah…”. Tidak lama setelah kejadian mimpinya itu, ia pun meninggal dunia, persis sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Habib Ali bahwa ia akan melihat Habib Abubakar di akhir umurnya.

Setelah menuntut ilmu disana, pada tahun 1302 H beliau pun akhirnya kembali ke pulau Jawa bersama Habib Alwi bin Saggaf Assegaf, dan menuju kota Besuki. Disinilah beliau mulai mensyiarkan dakwah Islamiyyah di kalangan masyarakat. Kemudian pada tahun 1305 H, disaat usia beliau masih 20 tahun, beliau pindah menuju kota Gresik.

Di pulau Jawa, beliaupun masih aktif mengambil ilmu dan manfaat dari ulama-ulama yang ada disana saat itu, diantaranya yaitu :

Al-Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor)

Al-Habib Abdullah bin Ali Alhaddad (wafat di Jombang)

Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas (Pekalongan)

Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya)

Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya)

Al-Habib Muhammad bin Ahmad Almuhdhor (wafat di Surabaya)

Pada suatu hari disaat menunaikan shalat Jum’at, datanglah ilhaamat rabbaniyyah kepada diri beliau untuk ber- uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan godaannya, menghadap kebesaran Ilahiah, ber-tawajjuh kepada Sang Pencipta Alam, dan menyebut keagungan nama-Nya di dalam keheningan. Hal tersebut beliau lakukan dengan penuh kesabaran dan ketabahan.

Waktu pun berjalan demi waktu, sehingga tak terasa sudah sampai 15 tahun lamanya. Beliau pun akhirnya mendapatkan ijin untuk keluar dari uzlahnya, melalui isyarat dari guru beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi. Berkata Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi, “Kami memohon dan ber-tawajjuh kepada Allah selama 3 malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abubakar bin Muhammad Assegaf dari uzlahnya”. Setelah keluar dari uzlahnya, beliau ditemani dengan Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berziarah kepada Al-Imam Al-Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.

Sehabis ziarah, beliau dengan gurunya itu langsung menuju ke kota Surabaya dan singgah di kediaman Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Masyarakat Surabaya pun berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau di rumah tersebut. Tak lama kemudian, Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berkata kepada khalayak yang ada disana seraya menunjuk kepada Habib Abubakar, “Beliau adalah suatu khazanah daripada khazanah keluarga Ba’alawi. Kami membukakannya untuk kemanfaatan manusia, baik yang khusus maupun yang umum”.

Semenjak itu Habib Abubakar mulai membuka majlis taklim dan dzikir di kediamannya di kota Gresik. Masyarakat pun menyambut dakwah beliau dengan begitu antusias. Dakwah beliau tersebar luas…dakwah yang penuh ilmu dan ikhlas, semata-mata mencari ridhallah. Dalam majlisnya, beliau setidaknya telah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumiddin sebanyak 40 kali. Dan merupakan kebiasaan beliau, setiap kali dikhatamkannya pembacaan kitab tersebut, beliau mengundang jamuan kepada masyarakat luas.

Beliau adalah seorang yang ghirahnya begitu tinggi dalam mengikuti jalan, atribut dan akhlak keluarga dan Salafnya Saadah Bani Alawi. Majlis beliau senantiasa penuh dengan mudzakarah dan irsyad menuju jalan para pendahulunya. Majlis beliau tak pernah kosong dari pembacaan kitab-kitab mereka. Inilah perhatian beliau untuk tetap menjaga thoriqah salafnya dan berusaha berjalan diatas… qadaman ala qadamin bi jiddin auza’i.

Itulah yang beliau lakukan semasa hayatnya, mengajak manusia kepada kebesaran Ilahi. Waktu demi waktu berganti, sampai kepada suatu waktu dimana Allah memanggilnya. Disaat terakhir dari akhir hayatnya, beliau melakukan puasa selama 15 hari, dan setelah itu beliau pun menghadap ke haribaan Ilahi. Beliau wafat pada tahun 1376 H pada usia 91 tahun. Jasad beliau disemayamkan di sebelah masjid Jami, Gresik.

Walaupun beliau sudah berpulang ke rahmatillah, kalam-kalam beliau masih terdengar dan membekas di hati para pendengarnya. Akhlak-akhlak beliau masih menggoreskan kesan mendalam di mata orang-orang yang melihatnya. Hal-ihwal beliau masih mengukir keindahan iman di kehidupan para pecintanya.

Radhiyallahu anhu wa ardhah…

——————————————————————————————-

Sebuah perjalanan religius seorang kekasih Allah hingga maqom Shiddiqiyyah Kubro

Beliau adalah Al-Imam al-Quthbul Fard al-Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Al-Habib Umar bin Segaf as-Segaf (seorang imam di lembah Al-Ahqof). Garis keturunan beliau yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W. Beliau terlahir di kampung Besuki (salah satu wilayah di kawasan Jawa Timur) tahun 1285 H. Ayahanda beliau ra. wafat di kota Gresik, sementara beliau masih berumur kanak-kanak.

Sungguh al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai beliau R.a di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan kejernihan rohani beliau, serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya.

Pada tahun 1293 H, atas permintaan nenek beliau yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayah beliau), beliau merantau ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya Jawa. Di kala al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun, beliau di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus guru beliau al-Allamah Abdullah bin Umar berikut para kerabat. Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah al-Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai beliau dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi pipinya.

Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang
Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang.

Sungguh perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada diri sang keponakan. Beliau belajar kepada sang paman al-Habib Abdullah bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada akhir malam ketika beliau masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat tahajjud bersama-sama, al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka kota Hadramaut. Sungguh mereka (para ulama) telah mencurahkan perhatiannya pada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka beliau ra. Banyak menerima dan memparoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatiannya kepada beliau, adalah al-Imam al-Arifbillah al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, (seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf).

Sungguh Habib Ali telah menaruh perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf semenjak beliau masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju Hadramaut.

Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya “Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, beliau adalah Quthbul Mala al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau masih kecil beliau adalah al-Habib al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir dari umurmu”.

Maka tatkala memasuki tahun terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah SAW sebanyak lima kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam mimpi Beliau SAW mengatakan kepadanya (orang yang bermimpi) ” Lihatlah di sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf”! Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal al-Habib Abu Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rosul al-Musthofa SAW didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi dimana beliau pernah berkata “Mereka bertiga adalah para wali, nama dan kedudukan mereka sama”. Setelah itu ia (orang yang bermimpi) menceritakan mimpinya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.

Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mendapat perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari gurunya al Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi sampai-sampai Habib Ali sendiri yang meminangkan beliu dan sekaligus menikahkannya. Selanjutnya (diantara para masyayikhnya) adalah al Allamah al Habib Abdullah bin Umar Assegaf sebagai syaikhut tarbiyah, al Imam al Quthb al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi sebagai syaikhut taslik, juga al Mukasyif al Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban sebagai syaikhul fath. Guru yang terakhir ini sering memberi berita gembira kepada beliau “Engkau adalah pewaris haliyah kakekmu al Habib Umar bin Segaf”. Sekian banyak para ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang berasal dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, seperti al Habib Muhammad bin Ali Assegaf, al Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, al Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, al Habib Abdurrahman al-Masyhur, juga putera beliau al Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur, dan juga al Habib Syekh bin Idrus al-Idrus dan masih banyak lagi guru beliau yang lainnya.

Pada tahun 1302 H, ditemani oleh al Habib Alwi bin Segaf Assegaf al Habib Abu Bakar Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki. Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu beliau berumur 20 tahun beliau pindah ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari para ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut saja al Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas, al Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, al Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas, al Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi,al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlar, dan lain sebagainya.

Kemudian pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum’at ketika sang khatib berdiri diatas mimbar beliau r.a mendapat ilham dari Allah SWT bergeming dalam hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hati beliau untuk melakukannya, seketika setelah bergeming beliau keluar dari masjid jami’ menuju rumah kediamannya. Beliau al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia selama lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala tiba saat Allah mengizinkan beliau untuk keluar dari khalwatnya, guru beliau al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi mendatanginya dan memberi isyarat kepada beliau untuk mengakhiri masa khalwatnya, al Habib Muhammad al-Habsyi berkata “selama tiga hari kami bertawajjuh dan memohon kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari khalwatnya”, lantas beliau menggandeng al Habib Abu Bakar Assegaf dan mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani al Habib Muhammad al-Habsyi beliau r.a menziarahi al Habib Alawi bin Muhammad Hasyim, sehabis itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman al Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi memproklamirkan kepada para hadirin “Ini al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf termasuk murtiara berharga dari simpanan keluarga Ba ‘Alawi, kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh manusia”.

Setelah itu beliau membuka majlis ta’lim dirumahnya, beliau menjadi pengayom bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (tempat rujukan) bagi semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang mempunyai maksud kepada beliau dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan meraih keinginannya dalam waktu yang relatif singkat. Di rumah beliau sendiri, al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan kitab Ihya’ Ulumuddin lebih dari 40 kali. Pada setiap kali hatam beliau selalu menghidangkan jamuan yang istimewa. al Habib Abu Bakar Assegaf betul-betul memiliki ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki aktivitas dan akhlaq para aslaf (pendahulunya), terbukti dengan dibacanya dalam majlis beliau sejarah dan kitab-kitab buah karya para aslafnya.

Adapun maqom (kedudukan) al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, beliau telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat legitimasi dari mereka yang hidup sezaman dengan beliau. Berikut ini beberapa komentar dari mereka.

al Imam al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar berkata,

“Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh al Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya”.


Al Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad berkata,

“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb al Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah SWT”
.

Al Arif billah al Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi pernah berkata di rumah al Habib Abu Bakar Assegaf dikala beliau membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan al Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali berkata kepada para hadirin ketika itu,

Lihatlah kepada saudaraku fillah Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Lihatlah ia..! Maka melihat kepadanya termasuk ibadah”

Al Habib Husein bin Muhammad al-Haddad berkata,

“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, belia telah berada pada Maqom as Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu. Beliau berhak untuk dikatakan “Dia hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya (sebagai nikmat)”.

al-habib muhammad bin idrus al-habsyi

AL HABIB MUHAMMAD BIN IDRUS AL HABSYI

Ayah Bagi Fakir Miskin Dan Anak Yatim

Dia peduli pada nasib fakir miskin dan anak yatim. Itu sebabnya ia dijuluki sebagai ayah anak yatim dan fakir miskin.

Sebagian kaum muslimin di Jawa Timur, khususnya di Surabaya, tentu mengenal Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, yang mukim di Surabaya pada pertengahan abad ke-20 silam. Ia adalah seorang habib dan ulama besar.

Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lebih dikenal sebagai ulama yang mencintai fakir miskin dan anak yatim. Itu sebabnya kaum muslimin menjulukinya sebagai “bapak kaum fakir miskin dan anak yatim.” Semasa hidupnya ia rajin berdakwah ke beberapa daerah. Dalam perjalanan dakwahnya, ia tak pernah menginap di hotel melainkan bermalam di rumah salah seorang habib.

Hampir setiap hari banyak tamu yang bertandang ke rumahnya, sebagian dari mereka datang dari luar kota. Ia selalu menyambut mereka dengan senang hati dan ramah. Jika tamunya tidak mampu, ia selalu mempersilakannya menginap di rumahnya, bahkan memberinya ongkos pulang disertai beberapa hadiah untuk keluarganya.

Ia juga memelihara sejumlah anak yatim yang ia perlakukan seperti halnya anak sendiri. Itu sebabnya mereka menganggap Habib Muhammad sebagai ayah kandung mereka sendiri. Tidak hanya memberi mereka tempat tidur, pakaian dan makanan, setelah dewasa pun mereka dinikahkan.

Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lahir di kota Khala’ Rasyid, Hadramaut, Yaman Selatan, pada 1265 H atau 1845 M. Sejak kecil ia diasuh oleh pamannya, Habib Shaleh bin Muhammad Al-Habsyi. Ayahandanya, Habib Idrus bin Muhammad Alhabsyi, berdakwah ke Indonesia dan wafat pada 1919 M di Jatiwangi, Majalengka. Sedangkan ibunya, Syaikhah Sulumah binti Salim bin Sa’ad bin Smeer.

Seperti hanya para ulama yang lain, di masa mudanya Habib Muhammad juga rajin menuntut ilmu agama hingga sangat memahami dan menguasainya. Beberapa ilmu agama yang ia kuasai, antara lain, tafsir, hadits dan fiqih. Menurut Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi, seorang ulama terkemuka, “Sesungguhnya orang-orang Hadramaut pergi ke Indonesia untuk bekerja dan mencari harta, tetapi putra kami Muhammad bin Idrus Al-Habsyi bekerja untuk dakwah Islamiyyah dalam rangka mencapai ash-shidqiyyah al-kubra, maqam tertinggi di kalangan para waliyullah.”

Ketika menunaikan ibadah haji ke Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah, ia sekalian menuntut ilmu kepada beberapa ulama besar di Al-Haramain alias dua kota suci tersebut. Salah seorang di antara para ulama besar yang menjadi gurunya adalah Habib Husain bin Muhammad Al-Habsyi.

Banyak kalangan mengenal Habib Muhammad sebagai ulama yang berakhlak mulia, dan sangat dermawan. Ia begitu ramah dan penuh kasih sayang, sehingga siapa pun yang sempat duduk di sampingnya merasa dirinyalah yang paling dicintai. Ia selalu tersenyum, tutur katanya lemah lembut. Itu semua tiada lain karena ia berusaha meneladani akhlaq mulia Rasulullah SAW.

Tak heran jika masyarakat di sekitar rumahnya, bahkan juga hampir di seluruh Surabaya, sangat mencintai, hormat dan segan kepadanya. Ia juga dikenal sebagai juru damai. Setiap kali timbul perbedaan pendapat, konflik, pertikaian di antara dua orang atau dua fihak, ia selalu tampil mencari jalan keluar dan mendamaikannya. Sesulit dan sebesar apa pun ia selalu dapat menyelesaikannya.

Sebagai dermawan, ia juga dikenal gemar membangun tampat ibadah. Ia, misalnya, banyak membantu pembangunan beberapa masjid di Purwokerto (Jawa Tengah) dan Jombang (Jawa Timur). Dialah pula yang pertama kali merintis penyelenggaraan haul para waliyullah dan shalihin. Untuk pertama kalinya, ia menggelar haul Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad di Tegal, Jawa Tengah. Ia juga merintis kebiasaan berziarah ke makam para awliya dan shalihin.

Menjelang wafatnya, ia menyampaikan wasiat, ”Aku wasiatkan kepada kalian agar selalu ingat kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT menganugerahkan keberkahan kepada kalian dalam menegakkan agama terhadap istri, anak dan para pembantu rumah tanggamu. Hati-hatilah, jangan menganggap remeh masalah ini, karena seseorang kadang-kadang mendapat musibah dan gangguan disebabkan oleh orang-orang di bawah tanggungannya, yaitu isteri, anak, dan pembantu. Sebab, dia adalah pemegang kendali rumah tangga.”

Beliau wafat di Surabaya pada malam Rabu, 12 Rabi’ul Akhir 1337 H/1917 M. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Ampel Gubah, Kompleks Masjid Ampel, Surabaya.

habib salim bin jindan

AL HABIB SALIM BIN JINDAN

Habib Salim bin Ahmad bin Husain bin Sholeh bin Abdullah bin ‘Umar bin ‘Abdullah (Bin Jindan) bin Syaikhan bin Syaikh Abu Bakar bin Salim adalah ulama dan wali besar ini dilahirkan di Surabaya pada 18 Rajab 1324. Memulakan pengajiannya di Madrasah al-Khairiyyah, Surabaya sebelum melanjutkan pelajarannya ke Makkah, Tarim dan Timur Tengah. Berguru dengan ramai ulama. Seorang ahli hadis yang menghafal 70,000 hadis (i.e. ada yang mengatakan ratusan ribu hadis). Beliau juga seorang ahli sejarah yang hebat, sehingga diceritakan pernah beliau menulis surat dengan Ratu Belanda berisikan silsilah raja-raja Belanda dengan tepat. Hal ini amat mengkagumkan Ratu Belanda, lantas surat beliau diberi jawaban dan diberi pujian dan penghargaan, sebab tak disangka oleh Ratu Belanda, seorang ulama Indonesia yang mengetahui silsilahnya dengan tepat. Tetapi tanda penghargaan Ratu Belanda tersebut telah dibuang oleh Habib Salim kerana beliau tidak memerlukan penghargaan.

Dalam usaha dakwahnya, beliau telah mendirikan madrasah di Probolinggo serta mendirikan Majlis Ta’lim Fakhriyyah di Jakarta, selain merantau ke berbagai daerah Indonesia untuk tujuan dakwah dan ta’lim. Mempunyai ramai murid antaranya Kiyai Abdullah Syafi`i, Habib Abdullah bin Thoha as-Saqqaf, Kiyai Thohir Rohili, Habib Abdur Rahman al-Attas dan ramai lagi.

Habib Salim juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sehingga dipenjarakan oleh Belanda. Di zaman penjajahan Jepun, beliau juga sering dipenjara kerana ucapan-ucapannya yang tegas, bahkan setelah kemerdekaan Indonesia, beliau juga sering keluar masuk penjara kerana kritikannya yang tajam terhadap kerajaan apalagi dalam hal bersangkutan agama yang sentiasa ditegakkannya dengan lantang.

Sifat dan kepribadian luhurnya serta ilmunya yang luas menyebabkan ramai yang berguru kepada beliau, Presiden Soerkano sendiri pernah berguru dengan beliau dan sering dipanggil ke istana oleh Bung Karno. Waktu Perjanjian Renvil ditandatangani, beliau turut naik atas kapal Belanda tersebut bersama pemimpin Indonesia lain. Beliau wafat di Jakarta pada 10 Rabi`ul Awwal dan dimakamkan dengan Masjid al-Hawi, Jakarta……Al-Fatihah.

Ratapan 10 Muharram – Fatwa Habib Salim

Lantaran Revolusi Syiah Iran yang menumbangkan kerajaan Syiah Pahlavi, maka ada orang kita yang terpengaruh dengan ajaran Syiah. Bahkan ada juga keturunan Saadah Ba ‘Alawi yang terpengaruh kerana termakan dakyah Syiah yang kononnya mengasihi Ahlil Bait.

Habib Salim bin Ahmad Bin Jindan telah menulis sebuah kitab membongkar kesesatan Syiah yang diberinya judul “Ar-Raa`atul Ghoomidhah fi Naqdhi Kalaamir Raafidhah”. Berhubung dengan bid`ah ratapan pada hari ‘Asyura, Habib Salim menulis, antaranya:

• Dan di antara seburuk-buruk adat mereka daripada bid`ah adalah puak Rawaafidh (Syiah) meratap dan menangis setiap tahun pada 10 Muharram hari terbunuhnya al-Husain. Maka ini adalah satu maksiat dari dosa-dosa besar yang mewajibkan azab bagi pelakunya dan tidak sewajarnya bagi orang yang berakal untuk meratap seperti anjing melolong dan menggerak-gerakkan badannya.

• Junjungan Rasulullah s.a.w. telah menegah daripada perbuatan sedemikian (yakni meratap) dan Junjungan Rasulullah s.a.w. telah melaknat orang yang meratap. Dan di antara perkara awal yang diminta oleh Junjungan Rasulullah s.a.w. daripada wanita-wanita yang berbaiah adalah supaya mereka meninggalkan perbuatan meratap terhadap si mati, di mana Junjungan s.a.w. bersabda: “Dan janganlah kalian merobek pakaian, mencabut-cabut rambut dan menyeru-nyeru dengan kecelakaan dan kehancuran”.

• Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan satu hadis daripada Sayyidina Ibnu Mas`ud r.a. bahawa Junjungan s.a.w bersabda: “Bukanlah daripada kalangan kami orang yang memukul dada, mengoyak kain dan menyeru dengan seruan jahiliyyah (yakni meratap seperti ratapan kaum jahiliyyah).” Maka semua ini adalah perbuatan haram dan pelakunya terkeluar daripada umat Muhammad s.a.w. sebagaimana dinyatakan dalam hadis tadi.

• Telah berkata asy-Syarif an-Nashir li Ahlis Sunnah wal Jama`ah ‘Abdur Rahman bin Muhammad al-Masyhur al-Hadhrami dalam fatwanya: “Perbuatan menyeru `Ya Husain’ sebagaimana dilakukan di daerah India dan Jawa yang dilakukan pada hari ‘Asyura, sebelum atau selepasnya, adalah bid`ah madzmumah yang sangat-sangat haram dan pelaku-pelakunya dihukumkan fasik dan sesat yang menyerupai kaum Rawaafidh (Syiah) yang dilaknat oleh Allah. Bahwasanya Junjungan Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesiapa yang menyerupai sesuatu kaum, maka dia daripada kalangan mereka dan akan dihimpun bersama mereka pada hari kiamat.”

Janganlah tertipu dengan dakyah Syiah. Pelajarilah betul-betul pegangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah dan berpegang teguh dengannya. Katakan tidak kepada selain Ahlus Sunnah wal Jama`ah, katakan tidak kepada Wahhabi, katakan tidak kepada Syiah.




Ketika Menunaikan Ibadah Haji

Ulama dan Pejuang Kemerdekaan

Ulama Jakarta ini menguasai beberapa ilmu agama. Banyak ulama dan habaib berguru kepadanya. Koleksi kitabnya berjumlah ratusan. Ia juga pejuang kemerdekaan.

Pada periode 1940-1960, di Jakarta ada tiga habaib yang seiring sejalan dalam berdakwah. Mereka itu: Habib Ali bin Abdurahman Alhabsyi (Kwitang), Ali bin Husein Alatas (Bungur) dan Habib Salim bin Jindan (Otista). Hampir semua habaib dan ulama di Jakarta berguru kepada mereka, terutama kepada Habib Salim bin Jindan – yang memiliki koleksi sekitar 15.000 kitab, termasuk kitab yang langka. Sementara Habib Salim sendiri menulis sekitar 100 kitab, antara lain tentang hadits dan tarikh, termasuk yang belum dicetak.

Lahir di Surabaya pada 18 Rajab 1324 (7 September 1906) dan wafat di Jakarta pada 16 Rabiulawal 1389 (1 Juni 1969), nama lengkapnya Habib Salim bin Ahmad bin Husain bin Saleh bin Abdullah bin Umar bin Abdullah bin Jindan. Seperti lazimnya para ulama, sejak kecil ia juga mendapat pendidikan agama dari ayahandanya.

Menginjak usia remaja ia memperdalam agama kepada Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Habib Empang, Bogor), Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar (Bondowoso), Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya), Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf (Gresik), K.H. Cholil bin Abdul Muthalib (Kiai Cholil Bangkalan), dan Habib Alwi bin Abdullah Syahab di Tarim, Hadramaut.

Selain itu ia juga berguru kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih, seorang ahli hadits dan fuqaha, yang sat itu juga memimpin Madrasah Al-Khairiyah di Surabaya. Bukan hanya itu, ia juga rajin menghadiri beberapa majelis taklim yang digelar oleh para ulama besar. Kalau dihitung, sudah ratusan ulama besar yang ia kunjungi.

Dari perjalanan taklimnya itu, akhirnya Habib Salim mampu menguasai berbagai ilmu agama, terutama hadits, tarikh dan nasab. Ia juga hafal sejumlah kitab hadits. Berkat penguasaannya terhadap ilmu hadits ia mendapat gelar sebagai muhaddist, dan karena menguasai ilmu sanad maka ia digelari sebagai musnid.

Mengenai guru-gurunya itu, Habib Salim pernah berkata, “Aku telah berkumpul dan hadir di majelis mereka. Dan sesungguhnya majelis mereka menyerupai majelis para sahabat Rasulullah SAW dimana terdapat kekhusyukan, ketenangan dan kharisma mereka.”

Adapun guru yang paling berkesan di hatinya ialah Habib Alwi bin Muhammad Alhaddad dan Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf. Tentang mereka, Habib Salim pernah berkata, ”Cukuplah bagi kami mereka itu sebagai panutan dan suri tauladan.”

Pada 1940 ia hijrah ke Jakarta. Di sini selain membuka majelis taklim ia juga berdakwah ke berbagai daerah. Di masa perjuangan menjelang kemerdekaan, Habib Salim ikut serta membakar semangat para pejuang untuk berjihad melawan penjajah Belanda. Itu sebabnya ia pernah ditangkap, baik di masa penjajahan Jepang maupun ketika Belanda ingin kembali menjajah Indonesia seperti pada Aksi Polisionil I pada 1947 dan 1948.

Dalam tahanan penjajah, ia sering disiksa: dipukul, ditendang, disetrum. Namun, ia tetap tabah, pantang menyerah. Niatnya bukan hanya demi amar makruf nahi munkar, menentang kebatilan dan kemungkaran, tetapi juga demi kemerdekaan tanah airnya. Sebab, hubbul wathan minal iman – cinta tanah air adalah sebagian dari pada iman.
Bersama Teman dan Sanak Keluarga

Kembali Berdakwah

Setelah Indonesia benar-benar aman, Habib Salim sama sekali tidak mempedulikan apakah perjuangannya demi kemerdekaan tanah air itu dihargai atau tidak. Ia ikhlas berjuang, kemudian kembali membuka majelis taklim yang diberi nama Qashar Al-Wafiddin. Ia juga kembalin berdakwah dan mengajar, baik di Jakarta, di beberapa daerah maupun di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Kamboja.

Ketika berdakwah di daerah-daerah itulah ia mengumpulkan data-data sejarah Islam. Dengan cermat dan tekun ia kumpulkan sejarah perkembangan Islam di Ternate, Maluku, Ambon, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Timor Timur, Pulau Roti, Sumatera, Pulau Jawa. Ia juga mendirikan sebuah perpustakaan bernama Al-Fakhriah.

Di masa itu Habib Salim juga dikenal sebagai ulama yang ahli dalam menjawab berbagai persoalan – yang kadang-kadang menjebak. Misalnya, suatu hari, ketika ia ditanya oleh seorang pendeta, ”Habib, yang lebih mulia itu yang masih hidup atau yang sudah mati?” Maka jawab Habib Salim, “Semua orang akan menjawab, yang hidup lebih mulia dari yang mati. Sebab yang mati sudah jadi bangkai.”

Lalu kata pendeta itu, “Kalau begitu Isa bin Maryam lebih mulia dari Muhammad bin Abdullah. Sebab, Muhammad sudah meninggal, sementara Isa — menurut keyakinan Habib — belum mati, masih hidup.”

“Kalau begitu berarti ibu saya lebih mulia dari Maryam. Sebab, Maryam sudah meninggal, sedang ibu saya masih hidup. Itu, dia ada di belakang,” jawab Habib Salim enteng. Mendengar jawaban diplomatis itu, si pendeta terbungkam seribu bahasa, lalu pamit pulang. Ketika itu banyak kaum Nasrani yang akhirnya memeluk Islam setelah bertukar pikiran dengan Habib Salim.

Habib Salim memang ahli berdebat dan orator ulung. Pendiriannya pun teguh. Sejak lama, jauh-jauh hari, ia sudah memperingatkan bahaya kerusakan moral akibat pornografi dan kemaksiatan. “Para wanita mestinya jangan membuka aurat mereka, karena hal ini merupakan penyakit yang disebut tabarruj, atau memamerkan aurat, yang bisa menyebar ke seluruh rumah kaum muslimin,” kata Habib Salim kala itu.

Ulama besar ini wafat di Jakarta pada 16 Rabiulawal 1389 (1 Juni 1969). Ketika itu ratusan ribu kaum muslimin dari berbagai pelosok datang bertakziah ke rumahnya di Jalan Otto Iskandar Dinata, Jakarta Timur. Iring-iringan para pelayat begitu panjang sampai ke Condet. Jasadnya dimakamkan di kompleks Masjid Alhawi, Condet, Jakarta Timur.

Almarhum meninggalkan dua putera, Habib Shalahudin dan Habib Novel yang juga sudah menyusul ayahandanya. Namun, dakwah mereka tetap diteruskan oleh anak keturunan mereka. Mereka, misalnya, membuka majelis taklim dan menggelar maulid (termasuk haul Habib Salim) di rumah peninggalan Habib Salim di Jalan Otto Iskandar Dinata.

Belakangan, nama perpustakaan Habib Salim, yaitu Al-Fachriyyah, diresmikan sebagai nama pondok pesantren yang didirikan oleh Habib Novel bin Salim di Ciledug, Tangerang. Kini pesantren tersebut diasuh oleh Habib Jindan bin Novel bin Salim dan Habib Ahmad bin Novel bin Salim – dua putra almarhum Habib Novel. “Sekarang ini sulit mendapatkan seorang ulama seperti jid (kakek) kami. Meski begitu, kami tetap mewarisi semangatnya dalam berdakwah di daerah-daerah yang sulit dijangkau,” kata Habib Ahmad, cucu Habib Salim bin Jindan.

Ada sebuah nasihat almarhum Habib Salim bin Jindan yang sampai sekarang tetap diingat oleh keturunan dan para jemaahnya, ialah pentingnya menjaga akhlak keluarga. ”Kewajiban kaum muslimin, khususnya orangtua untuk menasihati keluarga mereka, menjaga dan mendidik mereka, menjauhkan mereka dari orang-orang yang bisa merusak akhlak. Sebab, orangtua adalah wasilah (perantara) dalam menuntun anak-anak. Nasihat seorang ayah dan ibu lebih berpengaruh pada anak-anak dibanding nasehat orang lain.”

Disarikan dari Manakib Habib Salim bin Jindan karya Habib Ahmad bin Novel bin Salim

My Qur'an


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More