Selamat Datang Diblog Di ACHMAD MADANI . Terima kasih anda sudah mengunjungi Blog kami.

Fiqih

Multi Level Marketing dalam Perspektif Fiqih Islam

Artikel ini saya rilis dan edit ulang untuk menjawab kegelisahan sahabat-sahabat saya menyikapi status kehalalan Multi Level Marketing. Alhamdulillah saya menemukan artikel ini yang ditulis oleh seorang Dosen Ushul Fiqh Ekonomi, Fiqh Muamalah Ekonomi, Ayat Hadits ekonomi di Pascasarjana UI, Islamic Economic and Finance Trisakti, Program Magister (S2) Perbankan dan Keuangan Universitas Paramadina, Pascasarjana Perbankan dan Keuangan Islam Universitas Az-Zahro, UIN Syahid Jakarta dan UHAMKA, juga sebagai Advisor di Bank Muamalat Indonesia), yaitu Bapak Drs. Agustianto, MA. Saya sudah meminta izin untuk dimuat juga di website ini. Nah, Buat temen-temen yang ingin melek tentang hukum MLM menurut Fiqih Islam, silahkan baca artikel ini.
Belakangan ini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Karena itu, perlu dibahas hukumnya menurut syari’ah Islam. Perlu dicatat, bahwa perusahaan money game yang berkedok MLM bukanlah termasuk MLM., seperti BMA dan sejenisnya. Perusahaan BMA adalah bisnis paling zalim dan jelas-jelas menipu orang. Bisnis haram yang menggunaan sistem piramida itu pasti merugikan sebagian besar masyarakat dan hanya menguntungkan segelintir orang yang lebih dahulu masuk. Tulisan ini tidak membahas money game/penggandaan uang tersebut, karena ia tidak termasuk kepada MLM, dan hukumnya telah jelas haram. Tulisan empat serangkai, Prof. Bahauddin Darus, Drs. Agustianto, MAg, Dr. Ramli Abdul Wahab dan Miftahuddin, SE, MBA, telah mengemukakan dua belas dalil dan alasan keharaman bisnis BMA dan sejenisnya tersebut.
Sistem Pemasaran MLM
Pakar marketing ternama Don Failla, membagi marketing menjadi tiga macam. Pertama, retail (eceran), Kedua, direct selling (penjualan langsung ke konsumen), Ketiga multi level marketing (pemasaran berjenjang melalui jaringan distribusi yang dibangun dengan memposisikan pelanggan sekaligus sebagai tenaga pemasaran).
Kemunculan trend strategi pemasaran produk melalui sistem MLM di dunia bisnis modern sangat menguntungkan banyak pihak, seperti pengusaha (baik produsen maupun perusahaan MLM).Hal ini disebabkan karena adanya penghematan biaya dalam iklan, Bisnis ini juga menguntungkan para distributor yang berperan sebagai simsar (Mitra Niaga) yang ingin bebas (tidak terikat) dalam bekerja.
Sistem marketing MLM yang lahir pada tahun 1939 merupakan kreasi dan inovasi marketing yang melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan usaha pemasaran dengan tujuan agar masyarakat konsumen dapat menikmati tidak saja manfaat produk, tetapi juga manfaat finansial dalam bentuk insentif, hadiah-hadiah, haji dan umrah, perlindungan asuransi, tabungan hari tua dan bahkan kepemilikan saham perusahaan. (Ahmad Basyuni Lubis, Al-Iqtishad, November 2000).
Perspektif Islam
Bisnis dalam syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh,”Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ‘ala tahrimiha (Pada dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil/prinsip yang melarangnya).
Islam memahami bahwa perkembangan budaya bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas, maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan.
Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem bisnis yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan zhulm ( merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Sistem pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak hanya menguntungkan orang yang di atas. Bisnis juga harus terbebas dari unsur MAGHRIB, singkatan dari lima unsur. 1, Maysir (judi), 2. Aniaya (zhulm), 3. Gharar (penipuan), 4. Haram,5, Riba (bunga), 6. Iktinaz atau Ihtikar dan 7. Bathil.
Kalau kita ingin mengembangkan bisnis MLM, maka ia harus terbebas dari unsur-unsur di atas. Oleh karena itu, barang atau jasa yang dibisniskan serta tata cara penjualannya harus halal, tidak haram dan tidak syubhat serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah di atas.
MLM yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat (levelisasi) mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan nilai-nilai Islam dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Bila demikian, MLM dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah. Menurut Muhammad Hidayat, Dewan Syari’ah MUI Pusat, metode semacam ini pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada awal-awal Islam. Dakwah Islam pada saat itu dilakukan melalui teori gethok tular (mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga pada suatu ketika Islam dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan. (Lihat, Azhari Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari’ah, FKEBI IAIN, 2002, hlm. 30)
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level seorang anggota. Jasa marketing yang bertindak sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Dalam istilah fikih Islam hal ini disebut Samsarah / Simsar. (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid II, hlm 159)
Kegiatan samsarah dalam bentuk distributor, agen, member atau mitra niaga dalam fikih Islam termasuk dalam akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif atau bonus (ujrah) Semua ulama membolehkan akad seperti ini (Fikih Sunnah, III, hlm 159).
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik. Di samping itu komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat), memenuhi kualitas dan bermafaat. MLM tidak boleh memperjualbelikan produk yang tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus penawaran (iklan) produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.
Insentif dan penghargaan
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif pada mereka yang berprestasi. Islam membenarkan seseorang mendapatkan insentif lebih besar dari yang lainnya disebabkan keberhasilannya dalam memenuhi target penjualan tertentu, dan melakukan berbagai upaya positif dalam memperluas jaringan dan levelnya secara produktif. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan:” Besarnya ijrah (upah) itu tergantung pada kadar kesulitan dan pada kadar kesungguhan.”
Penghargaan kepada Up Line yang mengembangkan jaringan (level) di bawahnya (Down Line) dengan cara bersungguh-sungguh, memberikan pembinaan (tarbiyah, pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah) memang patut di lakukan. Dan atas jerih payahnya itu ia berhak mendapat bonus dari perusahaan, karena ini selaras dengan sabda Rasulullah:” “Barangsiapa di dalam Islam berbuat suatu kebajikan maka kepadanya diberi pahala, serta pahala dari orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun” (hadist).
Intensif diberikan dengan merujuk skim ijarah. Intensif ditentukan oleh dua kriteria, yaitu dari segi prestasi penjualan produk dan dari sisi berapa berapa banyak down line yang dibina sehingga ikut menyukseskan kinerja.
Dalam hal menetapkan nilai insentif ini, ada tiga syarat syari’ah yang harus dipenuhi, yakni:adil, terbuka, dan berorientasi falah (keuntungan dunia dan akhirat). Insentif (bonus) seseorang (Up line ) tidak boleh mengurangi hak orang lain di bawahnya (down line), sehingga tidak ada yang dizalimi. Sistem intensif juga harus transparan diinformasikan kepada seluruh anggota, bahkan dalam menentukan sistemnya dan pembagian insentif (bonus), para anggota perlu diikutsertakan, sebagaimana yang terjadi di MLM Syari’ah Ahad-Net Internasional. Dalam hal ini tetap dilakukan musyawarah, sehingga penetapan sistem bonus tidak sepihak. Selanjutnya, keuntungan dalam bisnis MLM, berorientasi pada keuntungan duniawi dan ukhrawi. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa keuntungan dalam Islam adalah keuntungan dunia dan akhirat. Keuntungan akhirat maksudnya, bahwa dengan menjalankan bisnis itu, seseorang telah dianggap menjalankan ibadah, (asalkan bisnisnya sesuai dengan syari’ah). Dengan bisnis, seseorang juga telah membantu orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penting disadari, pemberian penghargaan dan cara menyampaikannya hendaknya tetap dalam koridor tasyakur, untuk menghindarkan penerimanya dari takabur (bangga/sombong) dan kufur nikmat, apalagi melupakan Tuhan. MLM yang Islami senantiasa berpedoman pada akhlak Islam.
Sebagaimana disebut di atas bahwa penghargaan yang diberikan kepada anggota yang sukses mengembangkan jaringan, dan secara sungguh-sungguh memberikan pembinaan (tarbiyah), pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah), harus selaras dengan ajaran agama Islam. Karena itu, applause ataupun gathering party yang diberikan atas prestasi seseorang, haruslah sesuai dengan nilai-nilai aqidah dan akhlak. Ekspresi penghargaan atas kesuksesan anggota MLM, tidak boleh melampaui batas (bertentangan dengan ajaran Islam). Applause yang diberikan juga tidak boleh mengesankan kultus individu, mendewakan seseorang. Karena hal itu dapat menimbulkan penerimanya menjai takabbur, dan ‘ujub. Perayaan kesuksesan seharusnya dilakukan dalam bingkai tasyakkur. (Lihat, Drs.H.Muhammad Hidayat, MBA, Analisis Teoritis Normatif MLM dalam Perspektif Muamalah, 2002)
Karena itu pula, Islam sangat mengecam seseorang yang dalam menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangannya semakin jauh dari nilai-nilai ketuhanan. Firman Allah, ” Mereka tidak lalai dari mengingat Allah dalam melakukan bisnis dan jual beli. Mereka mendirikan shalat dan membayar zakat”… (QS.24:37)
Dari ayat tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa seluruh aktivitas bisnis tidak boleh melupakan Tuhan dan jauh dari nilai-nilai keilahian, baik dalam kegiatan produksi, distribusi, strategi pemasaran, maupun pada saat menikmati kesuksesan (menerima penghargaan dan applause).
Jadi, dalam menjalankan bisnis MLM perlu diwaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul, sehingga membahayakan kepribadian, seperti yang dilansir Dewan Syari’ah Partai Keadilan, yaitu adanya eksploitasi obsesi yang berlebihan untuk mencapai terget jaringan dan penjualan. Karena terpacu oleh sistem ini, suasana yang tak kondusif kadang mengarah pada pola hidup hura-hura ala jahiliyah, seperti ketika mengadakan acara pertemuan para members .
Kewajaran harga produk
Setiap perdagangan pasti berorientasi pada keuntungan. Namun Islam sangat menekankan kewajaran dalam memperoleh keuntungan tersebut. Artinya, harga produk harus wajar dan tidak dimark up sedemikian rupa dalam jumlah yang amat mahal, sebagaimana yang banyak terjadi di perusahaan bisnis MLM saat ini. Sekalipun Al-quran tidak menentukan secara fixed besaran nominal keuntungan yang wajar dalam perdagangan, namun dengan tegas Al-quran berpesan, agar pengambilan keuntungan dilakukan secara fair, saling ridha dan menguntungkan.
Firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang saling ridha di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu. (QS.4:29).
Dalam konteks ini, tidak sedikit masyarakat yang berpendapat bahwa produk yang ditawarkan perusahaan MLM sangat mahal dan terlalu eksklusif, sehingga kerap kali memberatkan anggota yang berada di level bawah (down line) serta masyarakat pemakai dan sangat menguntungkan level di atasnya (up line). Seringkali harga produk dimark up sampai dua bahkan tiga kali lipat dari harga yang sepatutnya. Hal ini seharusnya dihindari, karena cara ini adalah mengambil keuntungan dengan cara yang bathil, karena mengandung unsur kezaliman, yakni memberatkan masyarakat konsumen.
Penetapan harga yang terlalu tinggi dari harga normal, sehingga memberatkan konsumen, dapat dianalogikan dengan ghabn, yaitu menjual satu barang dengan harga tinggi dari harga pasar.
12 syarat agar MLM menjadi syari’ah
  1. Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan).
  2. Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah)
  3. Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah.
  4. Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.
  5. Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi.
  6. Formula intensif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up line tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah down linenya.
  7. Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota.
  8. Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir.
  9. Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
  10. Tidak menitik beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer.
  11. Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan pesta pora, karena sikap itu tidak syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM.
  12. Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat.
Missi Syari’ah
Usaha bisnis MLM, (khususnya yang dikelola oleh kaum muslimin), seharusnya memiliki misi mulia dibalik kegiatan bisnisnya. Di antara misi mulia itu adalah :
  1. Mengangkat derajat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islam.
  2. Meningkatkan jalinan ukhuwah ummat Islam di seluruh dunia.
  3. Membentuk jaringan ekonomi ummat yang berskala internasional, baik jaringan produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga dapat mendorong kemandirian dan kejayaan ekonomi ummat.
  4. Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan produk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.
  5. Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya saing menghadapi era globalisasi dan teknologi informasi.
  6. Meningkatkan ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-produk halal dan thayyib.
Fakta MLM Tianshi
Fakta yang telah dibuktikan di Tianshi sebagai salah satu Perusahaan MLM terkemuka di dunia berdasarkan syarat yang mengharuskan agar MLM-nya disebut MLM yang syar’I, adalah sebagai berikut :
  1. Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan). Semua produk di Tianshi adalah halal serta berkualitas internasional yang dibuktikan oleh berbagai sertifikat halal dari majelis Ulama baik MUI, Ulama Malaysia, IFANCA serta sertifikat penghargaan dari berbagai Negara dan lembaga dunia untuk segala jenis produk Tianshi. Bahkan sudah diserahterimakan pula sertifikat jaminan halal dari LPPOM-MUI dengan predikat A (sangat bagus).
  2. Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah). Kaedah ini jelas terpenuhi di Tianshi, karena semua anggota/distributor Tianshi membeli produk-produknya langsung melalui Stokist-stokist yang tersedia di berbagai daerah dan Negara, dan bukan dari tangan upline-nya. Bahkan Tianshi juga sudah memiliki supermarket MLM pertama di dunia, yaitu BannerStore yang memungkinkan semua anggotanya berbelanja seperti biasa.
  3. Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah. Semua kebijakan, operasional, system penghitungan bonus dan sebagainya diselenggarakan secara transparan, terbuka, adil, dan tidak mempersulit. Jika ada stokist yang melakukan kecurangan dengan perubahan kebijakan sepihak, ataupun tidak mencatat bonus yang menjadi hak seorang distributor, maka perusahaan akan menutup izin usahanya.
  4. Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh. Semua produk di Tianshi terjamin kualitasnya dan sudah terbukti manfaatnya bagi yang menggunakannya, jika dibandingkan produk sejenis (jika ada di pasaran, karena kebanyakan produk Tianshi memiliki hak paten sendiri) maka harga produk Tianshi termasuk murah dan sepadan dengan kualitas dan manfaatnya. Disamping itu anggota akan mendapat keuntungan lebih dari produk yang dibelinya. Selain itu setiap anggota akan mendapatkan harga yang sama untuk semua produk yang didistribusikan baik yang sudah lama bergabung maupun yang baru bergabung, jadi tidak ada satu level pun yang mendapatkan perbedaan harga karena masing-masing anggota membeli dari sumber yang sama yaitu perusahaan Tianshi melalui stokist atau BannerStore.
  5. Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi. Di Tianshi dan perusahaan supportnya (UNICORE), ulama adalah tempat berkonsultasi segala permasalahan system marketingnya agar tidak keluar dari koridor bisnis yang Islami (walaupun pemiliknya bukan orang Islam, tapi dia mengetahui bahwa mayoritas penduduk dunia adalah muslim, maka harus menyesuaikan agar bisa diterima). Salah satu ulama yang sudah konsen pada MLM Tianshi adalah ketua PBNU K.H. Hasyim Muzadi dan Pengasuh Ponpes Daruttauhid K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).
  6. Formula insentif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan upline hanya menerima pasif income tanpa bekerja, upline tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah downlinenya. Di Tianshi, seorang upline harus menjadi contoh dan panutan bagi downline-nya, sehingga para upline harus bekerja lebih keras agar cara kerjanya bisa diduplikasi juga oleh downline-nya. Saya melihat dan merasakan sendiri bahwa upline-upline saya hingga top leader tidak bersantai ria tetapi selalu aktif menjadi mentor memberikan motivasi, memberikan contoh presentasi di depan downlinenya, menerima konsultasi gratis untuk downline, dan sebagainya. Maka wajar jika jerih payah ini dibalas dengan insentif dari perusahaan yang sesuai dengan kadar kinerjanya. Para downline akan sangat berterimakasih kepada upline-nya karena selalu merasa dibantu. Jadi jelas tidak ada yang didzalimi di Tianshi, dan income yang didapat pun bukan dari hasil jerih payah downline-nya tetapi insentif dari perusahaan karena jerih payahnya membimbing distributor baru. Selain itu, ada prinsip di Tianshi yaitu jika Anda ingin sukses, maka Anda harus membantu orang lain yang Anda rekrut untuk sukses lebih dulu, dan Anda pun pasti akan mendapat hasil dari itu.
  7. Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota. Tianshi memberikan bonus yang sesuai dengan level masing-masing anggota, semakin naik levelnya berarti semakin besar tanggung jawabnya terhadap jaringannya yang berarti sepadan jika pembagian bonusnya juga besar. Semakin ulet dan keras usaha seorang anggota Tianshi, maka omzet jaringannya pun akan semakin besar, dan tentu bonusnya pun besar. Di Tianshi, para anggota baru pun tidak dituntut untuk melakukan hal yang disebut sebagai tutup poin agar bisa mendapatkan bonus, karena hal ini berarti dia dituntut untuk membeli produk dalam bulan berjalan sesuai ketentuan padahal dia tidak punya modal yang cukup untuk itu, dan jika tidak bisa menutup poin maka bonusnya hangus. Tianshi memberikan kemudahan pengumpulan omzet dengan cara akumulasi omzet pribadi dan jaringan tanpa batas waktu untuk memperlihatkan seberapa keras usahanya membangun aset jaringan, dengan cara seperti ini maka semakin besar akumulasi omzetnya maka bonusnya pun semakin besar tanpa takut bonus hangus karena tidak punya modal untuk tutup poin. Ada sistem tutup poin atau kewajiban berbelanja setelah seorang anggota mencapai level tertentu dimana penghasilan bulanan sudah besar, dan jelas itu tidak akan membebani dirinya karena tutup poinnya kecil sekali.
  8. Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir. Di Tianshi, bonus yang diberikan berdasarkan keaktifannya membeli produk dan membangun jaringan, hal ini membuktikan bahwa tidak ada eksploitasi terhadap orang yang belakangan bergabung menjadi anggota. Semakin aktif, maka bonusnya akan semakin besar dan bahkan bisa “menyalip” orang yang mensponsorinya (upline).
  9. Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal. Presentasi dan Training Membangun Jaringan di Tianshi selalu disebutkan angka-angka pencapaian bonus setiap tahapan baik dalam bentuk persentase maupun nilai nominal. Jadi tidak ada yang disembunyikan atau tidak dijelaskan sejak awal.
  10. Tidak menitik beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer. Syukurlah karena Tianshi sekarang memiliki BannerStore, sebuah supermarket MLM yang pertama di dunia, selain menjual produk unggulan Tianshi (produk kesehatan) juga menjual berbagai produk kebutuhan sehari-hari dengan harga bersaing dan jenis produk yang sering dibutuhkan masyarakat, seperti beras, indomie, minuman ringan, sabun, dan sebagainya. Jelas Tianshi lebih menitikberatkan kepada pemenuhan kebutuhan harian masyarakat/ummat demi pemberdayaan ekonomi ummat.
  11. Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan pesta pora, karena sikap itu tidak syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM. Di Tianshi, nyaris suatu kewajaran dari sebuah perusahaan bisnis yang besar menggelar acara besar, namun tidak sedikitpun tampak berhura-hura maupun pesta, kecuali mereka yang berprestasi maju bergiliran ke panggung untuk memperkenalkan diri, menyampaikan motivasi, dan memperlihatkan semangat dan etos kerjanya. Adanya reward mobil mewah yang kadang dipertontonkan di beberapa event, itu pun tidak dihias macam-macam kecuali tampil apa adanya dan untuk memperlihatkan bukti kesuksesan mereka agar kemudian bisa ditiru oleh jaringannya. Bahkan penampilan distributor yang berprestasi dan yang sudah mendapat reward sangat jauh dari sifat sombong, yang ada adalah sujud syukur saat diumumkan mendapat reward, dan bukankah sikap bertahniah (bersukacita/bersyukur) dan bertahadduts binni’mah (mengumumkan rezeki yang diterima) juga diajarkan dalam Al-Qur’an ?
  12. Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat. Tianshi selalu mengarahkan bisnisnya untuk mengatasi pengangguran, ekonomi lemah, dan untuk siapapun yang punya keinginan atau harapan besar yang ingin diwujudkan (impian dalam hidup). Dengan modal yang kecil, tentu masyarakat luas tidak akan sulit melakukannya, apalagi produk yang dipasarkan lebih berorientasi kepada kebutuhan dasar masyarakat, sehingga sangat potensial untuk berkembang dan mengangkat perekonomian umat. Menteri Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali, pada Awakening Seminar di Istora Senayan 24 Agustus lalu mengatakan, “Tianshi mampu meningkatkan usaha dari mikro ke menengah hingga besar. Mobil-mobil mewah adalah bukti bahwa Tianshi mampu menggerakkan usaha-usaha skala besar.” Menteri Tenaga Kerja, Erman Suparno, juga mengatakan, “Alangkah baik bila masyarakat memiliki kesadaran untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah dengan memberikan peluang usaha seperti MLM ini.”
Jadi, apa lagi yang perlu diragukan lagi mengenai bisnis Multi Level Marketing, terutama Tianshi ? Pastikan Anda juga membaca Tips Memilih MLM yang baik di website ini.
Bagaimana keputusan Anda ? Karena untuk menjadi sukses adalah pilihan hidup.

My Qur'an


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More